Rabu, 25 Maret 2015

SISI LAIN WAROK


 
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sangat erat hubungannya dengan kebudayaan. Kebudayaan itu sendiri adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

      Indonesia merupakan negara yang kaya akan budayanya. Disetiap daerah mempunyai kebudayaannya masing-masing. Seperti “Reog”, salah satu kebudayaan Indonesia yang sangat terkenal dan berasal dari Jawa Timur. Ada beberapa versi tentang sejarah munculnya kesenian Reog ini. Namun, dalam artikel ini saya hanya akan membahas tentang sisi lain ‘Warok’ yang merupakan salah satu tokoh yang ada dalam kesenian Reog tersebut.


 Hasil gambar untuk warok

            Warok yang berasal dari kata wewarah adalah orang yang mempunya tekad suci, memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. Warok adalah wong kang sugih wewarah (orang yang kaya akan wewarah). Artinya, seseorang mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang baik. Warok iku wong kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa (warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin).

            Warok merupakan karakter/ciri khas dan jiwa masyarakat Ponorogo yang telah mendarah daging sejak dulu yang diwariskan oleh nenek moyang kepada generasi penerus. Warok merupakan bagian peraga dari kesenian Reog yang tidak terpisahkan dengan peraga yang lain dalam unit kesenian Reog Ponorogo. Warok adalah seseorang yang betul-betul menguasai ilmu lahir maupun batin.

            Di dalam kebesaran tradisi warok Ponorogo ternyata menyisakan sisi gelap, berupa penyimpangan seksual yang lebur di dalam fenomena gemblak. Penyimpangan seksual itu didapati memiliki landasan kokoh yang mengalir melalui ideology kanuragan yang melekat dalam kehidupan warok. Ideologi kanuragan itu mengajarkan bahwa seorang warok harus menjauhi berhubungan dengan perempuan (sekalipun isterinya sendiri) agar ilmu kekebalan bisa dikuasai dengan sempurna. Karenanya, hadirlah sosok gemblak (seorang lelaki belia berusia 10 sampai 17 tahun) sebagai pengganti peran dan fungsi perempuan (isteri) tersebut.

            Gemblak dalam tradisi warok Ponorogo merupakan tuntutan dari ideology kanuragan. Kehadirannya dibutuhkan sebagai kompensasi hilangnya peran dan fungsi isteri mereka disebabkan tuntutan ideology kanuragan itu. Disinilah sisi gelap kehidupan warok muncul, terutama terkait dengan penyimpangan seksual (homo seksual) dimana pada gilirannya melahirkan citra buruk tradisi warok Ponorogo. Citra buruk atau sisi gelap kehidupan warok yang santer terdengar di masyarakat, ternyata tidak sepenuhnya benar, karena di dalam tradisi itu ada kelompok warok yang memiliki gemblak (sebatas teman dan pelayan kebutuhan ritual saat nglakoni) dan ada juga kelompok panggemblak (bukan warok tetapi memiliki gemblak, untuk memenuhi hasrat seksual atau pemuas nafsu). Terlepas dari tradisi gemblak maupun panggemblak, tradisi warok ini telah mengakibatkan peran dan fungsi isteri terpinggirkan. Marginalisasi perempuan dalam bentuk konco wingking (sebatas mengurus rumah tangga) dan urmat garwa (menghormati apapun yang dilakukan suami).

            Seorang warok sampai bersumpah tidak mau berhubungan badan dengan isterinya sendiri, dan hanya berasyik masuk atau bersedap-sedap dengan para gemblak yang dipiaranya. Gemblak umumnya diangkat dari keluarga-keluarga miskin di pedesaan Ponorogo. Para gemblak sapatutya memiliki raut muka, perawakan dan kulit yang bagus.

Orangtua calon gemblak tak kuasa menolak orang yang dianggap kaya wewarah (petunjuk) hidup bagi anaknya. Sebidang tanah akan menjadi jaminan bagi orang tua calon gemblak, atau dua ekor sapi dewasa, untuk mengikat si gemblak selama tiga tahun.

Setelah diboyong ke rumah warok, si gemblak diajari tata cara hidup yang bermartabat. Mulai dari cara berpakaian, makan, memakai wewangian, merokok dan bertutur kata yang penuh sopan santun. Gemblak yang tampan pasti menaikkan gengsi sang warok. Karena itu gemblak sering dibawa ke mana pun sang warok pergi, menjadi semacam sekpri (sekretaris pribadi) yang bening.

Manakala malam tiba, sang warok membiarkan isterinya tidur di kamar belakang. Ia memanjakan gemblak atau para gemblak. Tapi itulah pengakuan para warok. Sedangkan gemblaknya tak kuasa menjerit, mengingat dirinya telah tergadai demi sebidang sawah atau dua ekor lembu. Cerita warok dan gemblak ini tercermin dalam kesenian Singo Barong yang merupakan sindirian terhadap raja Brawijaya V dari Majapahit yang takut dengan isterinya. Singa melambangkan raja yang berkuasa tapi dimahkotai oleh burung merak sebagai lambang kekuasaan isterinya.
 
Kesenian ini kemudian namanya diubah menjadi Reog, yang diambil dari kata Arab riyoqun. Artinya, meskipun hidup seorang warok bergelimang dosa, tapi bila bisa kembali ke jalan Allah, sorga jaminannya.


 

Sumber :

BAHASA INGGRIS BISNIS 2

TUGAS 3 LISTENING TEST 1. D                   11. C               21. A 2. A                   12. C               22. C 3. D          ...